Cerita ini adalah cerita pengalaman pacar temen kerja gw, kejadianya sendiri masih bisa di ingat dengan jelas karena belum lama ini terjadi.
gw udah meminta ijin yg bersangkutan buat di percaya untuk menulis ini, dan karena ini adalah musibah yg menurut gw GILA,
gw setuju buat merahasiakan identitas, tempat dan semua yg berhubungan dengan beliau untuk kenyamanan bersama.
WARNING: Konten cerita ini akan mengandung beberapa bagian yg mungkin disturbing. jadi, di mohon kebijaksanaan masing-masing.
Adelia Safitri Wijaya, adalah seorang anak gadis yg lahir dan di besarkan oleh sebuah keluarga yg menjunjung tinggi nilai jawa atau biasa di sebut kejawen.
di dalam rumahnya, kerap di temui barang2 berupa keris, cincin batu, dan beberapa peninggalan kuno
meski nilai jawa ada di dalam kehidupan mereka, keluarga ini adalah sbuah keluarga muslim yg taat. semua peninggalan dan barang antik di rumahnya, hanyalah sebuah peninggalan dari kakek2 mereka yg konon di jaga untuk menjunjung hormat mereka kepada yg sudah meninggalkan dunia ini
bertempat tinggal di salah satu kota besar di jawa timur, Dela saat ini menempuh pendidikan sebagai mahasiswi di salah satu kampus swasta di kota ini.
sore itu, Dela menatap langit, mendung. hujan akan turun sebentar lagi. batinya.
tak beberapa lama, ada suara motor mendekat
“gk di jemput lagi Del” kata seorang wanita yg mengendarai motor matic, menatap Dela dengan senyum ramah.
Dela teringat ayahnya sibuk, ibunya apalagi, sedangkan kekasihnya, tidak dapat datang karena harus bekerja shift.
“bareng aja, kebetulan gw lewat rumah lu” ajak si gadis.
Mega adalah nama gadis itu, sahabat sekaligus teman Adel yg paling mengerti kondisi satu sama lain, tanpa menunggu hujan turun, Dela segera menyambar dan duduk di jok motor Mega, mereka pun segera pergi meninggalkan kampus.
di tengah perjalanan, Dela tampak tidak fokus dengan apa yg sebenarnya sedang ia fikirkan, ia hanya teringat satu orang yg membuatnya akhir2 ini merasa tidak nyaman.
“Mbah Wira” begitu. Dela memanggilnya.
Mbah Wira adalah satu2nya nenek Dela yg masih hidup, beliau adalah ibu dari pihak ayah yg saat ini tinggal satu atap bersama Dela, namun, beberapa bulan ini, Dela menemukan kejanggalan dengan neneknya yg selama ini dekat denganya, seolah2 itu bukan neneknya, namun, ia bimbang
“lagi mikir apa?” kata Mega menyadarkan Dela dari lamunan.
“gak ada”
Mega tau, Dela berbohong, namun, dirinya tidak punya hak untuk memaksanya bercerita, kurang beberapa kilometer, hujan mulai turun di sertai kilatan petir yg menyambar, namun Mega tetap melanjutkan perjalanan.
“terabas saja ya, biar cepat sampai”
“nggih” kata Dela,
motor Mega kini berhenti di sebuah Rumah dengan kompleks halaman yg luas, itu adalah Rumah Dela.
“gak mampir?”
“Gak Del, lain kali saja, titip salam buat emak, bapak, sama mbah Wira saja”
“ya sudah, hati hati”
begitu motor Mega kembali melaju menembus hujan yg kian lebat, Dela baru sadar, sudah hampir jam 6 sore dan hari sudah petang, namun, tak satu lampu pun di rumahnya tampak menyala, padahal, kiri kanan tetangganya sudah menyalakan lampu guna mengusir kegelapan di sekitar rumah.
“apa listriknya mati ya” batin Dela mendekat, namun, perasaan itu kembali lagi, akhir2 ini, semua seperti mimpi, seperti ada yg lain di dalam rumahnya yg membuat Dela tidak nyaman dan tidak ingin kembali ke rumah, namun, masalahnya, Dela tidak tau apa itu