Cerita ini adalah cerita yang pernah gw tulis, namun dari sudut pandang berbeda, kali ini, penulis sudah mendapatkan ijin dari yang punya cerita, sehingga penulis bisa mengeksplore semua teka-teki yang sebelumnya tidak terjawab di versi lain cerita ini.
dari sini, cerita dimulai
masih sama seperti yang dulu, untuk peraturan kita, lokasi, kampus, fakultas semua di rahasiakan.
untuk kalian yang sudah menebak atau tahu dimana latar lokasi cerita ini dimohon untuk tidak mengungkap sebagai penghormatan atas janji penulis kepada si pencerita.
untuk pengertianya, gw ucapkan terimakasih sebesar-besarnya.
Nur segera merapikan tempat tidurnya, hidup merantau demi menyelesaikan pendidikanya di universitas yang sudah menjadi impianya sejak kecil kini tinggal menunggu bulan demi bulan. hanya tinggal menyelesaikan tugas terakhirnya, salah satunya, adalah tugas pengabdian pd masyarakat
orang lebih mengenalnya dengan KKN (Kuliah kerja nyata).
Malam ini, Ayu, teman sefakultasnya, baru saja membicarakan tentang rencananya, bahwa, ia, sudah memiliki tempat yang cocok untuk pelaksanaan KKN mereka, dan Nur akan ikut dalam observasi pengenalan pada desa tersebut.
di’sela Nur mempersiapkan keberangkatanya malam ini, ia teringat harus segera memberitahu temanya yang lain tentang observasi ini, karena ia tahu, bahwa KKN program mereka, harus di selesaikan bersama-sama. janji, sebagai sahabat yang harus lulus bersama-sama.
“Wid, nang ndi?” (Wid, dimana?)
“nang omah Nur, yo opo, wes oleh nggon KKN’e” (di rumah Nur, gimana, sudah dapat tempat KKN’nya)
“engkok bengi Wid aku budal karo Ayu, doaken yo” (nanti malam Wid, aku berangkat sama Ayu, doakan ya)
“nggih. semoga di acc ya”
“Aamiin” balas Ayu, mematikan telpon
balas Nur mematikan telpon*
detik-demi detik berputar, tanpa terasa malam telah tiba, Nur melihat sebuah mobil kijang mendekat. dari dalam, keluar sahabatnya Ayu, di belakangnya, ada sosok lelaki.
mungkin itu adalah mas Ilham, kakak Ayu. pikir Nur dalam hati.
“Ayo. budal” kata Ayu, menggandeng Nur agar segera masuk ke dalam mobil.
mas Ilham membawakan barang Nur, kemudian mobil pun mulai berangkat.
“adoh gak Yu” (jauh tidak yu) tanya Nur,
“paling 4 sampe 6 jam, tergantung, ngebut ora” (paling 4 sampai 6 jam, tergantung ngebut ndak)
“sing jelas, desa’ne apik, tak jamin, masih alami. pokok’e cocok gawe proker sing kene susun wingi” (yang jelas, desanya bagus, tak jamin, masih alami, pokoknya cocok buat proker yang kita susun kemarin)
Ayu terlihat begitu antusias, sementara Nur, ia merasa tidak nyaman.
banyak hal yang membuat Nur bimbang, salah satunya, tentang lokasi dan sebagainya. sejujurnya, ini kali pertama Nur, pergi ke arah etan (Timur) sebagai, perempuan yang lahir di daerah kulon (barat) ia sudah seringkali mendengar rumor tentang arah etan, salah satunya, kemistisanya
Mistis, bukan hal yang baru bagi Nur, bahkan ia sudah kenyang dengan berbagai pengalaman akan hal itu, saat menempuh pendidikanya sebagai santriwati, mengabaikan perasaan tidak bisa di lakukan secara kebetulan semata. dan malam ini, belum pernah Nur merasa setidak’enak ini.
benar saja. perasaan tidak enak itu, terus bertambah seiring mobil terus melaju, salah satu pertanda buruk itu adalah ketika, sebelum memasuki kota J, dimana tujuanya kota B, Nur melihat kakek-kakek yang meminta uang di persimpangan, ia seakan melihat Nur. tatapanya, prihatin.
bukan hanya itu saja, si kakek, mengelengkan kepalanya, seolah memberikan tanda pada Nur yang ada didalam mobil, untuk mengurungkan niatnya.
namun, Nur, tidak bisa mengambil spekulasi apapun, ada temanya yang lain, yang menunggu kabar baik dari observasi hari ini.
hujan tiba-tiba turun, tanpa terasa, 4 jam lebih perjalanan ini ditempuh. Mobil berhenti di sebuah tempat rest area yang sepi, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan, Nur, melihat hutan gelap, yang memanggil-manggil namanya.
“Hutan. desa ini ada di dalam hutan” kata mas Ilham.
Nur tidak berkomentar, ia hanya berdiri di samping mobil yang berhenti di tepi jalan hutan ini. sebuah hutan yang sudah di kenal oleh semua orang jawatimur.
Hutan D********, tidak beberapa lama, nyala lampu dan suara motor terdengar. mas Ilham, melambaikan tanganya.
“iku wong deso’ne, melbu’ne kudu numpak motor, gak isok numpak mobil soale” (itu orang desanya, masuknya harus naik motor, mobil tidak bisa masuk soalnya)
Nur dan Ayu, mengangguk, pertanda ia mengerti. tanpa berpikir panjang, Nur sudah duduk di jok belakang, dan mereka berangkat
memasuki jalan setapak, dengan tanah tidak rata, membuat Nur harus memegang kuat- jaket bapak yang memboncengnya, tanah masih lembab, di tambah embun fajar sudah terlihat disana-sini, malu-malu memenuhi pepohonan rimbun. Nur, melihat sesosok, wanita. ia sedang menari di atas batu
kilatan matanya tajam, dengan paras elok nan cantik, si Wanita, tersenyum menyambut tamu yang sudah ia tunggu.
melihatnya dari balik jalan lain, Nur mendapati, si wanita sudah hilang, tanpa jejak. ia tahu, dirinya sudah di sambut dengan entah apa itu.
memasuki Desa, mas Ilham berpeluk kangen dengan seorang pria yang mungkin seumuran dengan ayahnya di rumah.
pria itu ramah, dan murah senyum, menyambut tanganya, Nur mendengar si pria memperkenalkan diri.
“kulo, Prabu” (saya Prabu)
“sepurane Ham, aku eroh, kene wes kenal suwe, tapi deso iki gak tau loh gawe kegiatan KKN” (saya minta maaf ham, aku tahu, kita sudah kenal lama, tapi desa ini tidak pernah di pakai kegiatan KKN)